Dalam upaya mencapai swasembada pangan, pada tahun 1970-an hingga awal 1990 pemerintah Indonesia telah menggulirkan revolusi hijau. Melalui program intensifikasi pertanian dengan bertumpu pada penggunaan pupuk dan pestisida sintetik kimia, program swasembada pangan tersebut dapat tercapai. Akan tetapi dampak negatif dari program tersebut saat ini sudah kita rasakan, yaitu dengan semakin kurusnya lahan pertanian, hama dan penyakit tanaman menjadi resisten, ketergantungan terhadap sarana produksi kimia yang begitu besar serta semakin tingginya residu pestisida yang berbahaya dalam pangan yang kita konsumsi.
Pengendalian hama dan penyakit yang selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia ternyata berdampak sangat buruk pada ekosistem pertanian, pelaku pertanian dan konsumen hasil-hasil pertanian. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya meninggal. Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspective menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya. Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah.
Melihat bahaya yang luar biasa dari penggunaan pestisida kimia, maka harus ada upaya untuk mendorong diterapkannya kembali teknologi pertanian sehat yang ramah lingkungan (pertanian organik) untuk menghasilkan pangan secara alami, sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar global yang menuntut adanya jaminan keamanan dan kesehatan pangan.
Negara-negara industri telah memulai pertanian organik (bebas pestisida dan pupuk kimia) sejak tahun 70-an seperti : Amerika, Jepang dan Eropa, serta telah membentuk lembaga atau badan-badan yang melindungi petani-petani organik dan bebas pestisida dengan memberikan standarisasi dan labelisasi produk mereka yaitu : CCOF, OFPANA (di Amerika), Demeter, Bioland, dan Biopark di Eropa. Sedangkan di Indonesia, Departemen Pertanian baru memperkenalkan pertanian organik kepada masyarakat petani tahun 2002, dengan program “ Go Organic 2010”, untuk mewujudkan pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (ecoagribusiness) dengan visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia pada 2010.
Merubah pola kebiasaan petani di Indonesia yang telah mengadopsi pertanian konvensional selama lebih kurang 25 tahun tidaklah mudah, untuk itu harus dilakukan pembinaan secara bertahap dan berkesinambungan melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi teknologi pertanian. Untuk tahap awal penekanan ke petani lebih kepada eliminasi penggunaan pestisida pada kegiatan LEISA (Low Exsternal Input Sustainable Agriculture), karena dampak yang ditimbulkannya jauh lebih luas dan lebih berbahaya dibandingkan pupuk kimia yang dampaknya tidak secara langsung kepada pemakai. Sehingga diharapkan bahan pangan yang dihasilkan oleh petani secara pelan-pelan akan mulai bebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi serta memiliki nilai tambah.
Bagi petani tradisional yang memiliki modal dan lahan terbatas, usaha bertani organik dapat dilakukan secara terpadu dengan kegiatan peternakan atau perikanan. Hal itu bertujuan agar pada proses awal peralihan bercocok tanam konvensional ke bercocok tanaman organik,b petani tidak mengalami kerugian yang dapat berpengaruh langsung terhadap penghasilannya.
Melalui edukasi, sosialisasi dan penerapan teknologi bercocok tanam organik ini, produk-produk pertanian Indonesia diharapkan akan mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri. Sebab era perdagangan bebas yang sudah bergulir dari tahun 2003 untuk AFTA dan nanti 2010 untuk APEC telah dan akan menjadikan bangsa kita yang “agraris” ini terpuruk menjadi konsumen produk-produk pertanian negara-negara maju. Dan yang paling penting saat ini adalah upaya menyelamatkan lahan pertanian, merubah kebiasaan petani agar tidak bergantung lagi pada penggunaan saprotan kimia sintetis yang berbahaya, dan menjaga keaneka ragaman hayati.
Pengendalian hama dan penyakit yang selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia ternyata berdampak sangat buruk pada ekosistem pertanian, pelaku pertanian dan konsumen hasil-hasil pertanian. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya meninggal. Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspective menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya. Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah.
Melihat bahaya yang luar biasa dari penggunaan pestisida kimia, maka harus ada upaya untuk mendorong diterapkannya kembali teknologi pertanian sehat yang ramah lingkungan (pertanian organik) untuk menghasilkan pangan secara alami, sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar global yang menuntut adanya jaminan keamanan dan kesehatan pangan.
Negara-negara industri telah memulai pertanian organik (bebas pestisida dan pupuk kimia) sejak tahun 70-an seperti : Amerika, Jepang dan Eropa, serta telah membentuk lembaga atau badan-badan yang melindungi petani-petani organik dan bebas pestisida dengan memberikan standarisasi dan labelisasi produk mereka yaitu : CCOF, OFPANA (di Amerika), Demeter, Bioland, dan Biopark di Eropa. Sedangkan di Indonesia, Departemen Pertanian baru memperkenalkan pertanian organik kepada masyarakat petani tahun 2002, dengan program “ Go Organic 2010”, untuk mewujudkan pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (ecoagribusiness) dengan visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia pada 2010.
Merubah pola kebiasaan petani di Indonesia yang telah mengadopsi pertanian konvensional selama lebih kurang 25 tahun tidaklah mudah, untuk itu harus dilakukan pembinaan secara bertahap dan berkesinambungan melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi teknologi pertanian. Untuk tahap awal penekanan ke petani lebih kepada eliminasi penggunaan pestisida pada kegiatan LEISA (Low Exsternal Input Sustainable Agriculture), karena dampak yang ditimbulkannya jauh lebih luas dan lebih berbahaya dibandingkan pupuk kimia yang dampaknya tidak secara langsung kepada pemakai. Sehingga diharapkan bahan pangan yang dihasilkan oleh petani secara pelan-pelan akan mulai bebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi serta memiliki nilai tambah.
Bagi petani tradisional yang memiliki modal dan lahan terbatas, usaha bertani organik dapat dilakukan secara terpadu dengan kegiatan peternakan atau perikanan. Hal itu bertujuan agar pada proses awal peralihan bercocok tanam konvensional ke bercocok tanaman organik,b petani tidak mengalami kerugian yang dapat berpengaruh langsung terhadap penghasilannya.
Melalui edukasi, sosialisasi dan penerapan teknologi bercocok tanam organik ini, produk-produk pertanian Indonesia diharapkan akan mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri. Sebab era perdagangan bebas yang sudah bergulir dari tahun 2003 untuk AFTA dan nanti 2010 untuk APEC telah dan akan menjadikan bangsa kita yang “agraris” ini terpuruk menjadi konsumen produk-produk pertanian negara-negara maju. Dan yang paling penting saat ini adalah upaya menyelamatkan lahan pertanian, merubah kebiasaan petani agar tidak bergantung lagi pada penggunaan saprotan kimia sintetis yang berbahaya, dan menjaga keaneka ragaman hayati.
Ir. H. Samsudin, MSi
(Direktur Lembaga Pertanian Sehat)
(Direktur Lembaga Pertanian Sehat)
2 komentar:
Lucky Club Casino Sites for Real Money with Instant Play
Lucky Club Casino Review 2021 · Betfair – Best and Top Betting Site luckyclub.live for Poker · Betway – Great Sportsbook, Excellent Online Casino and Casino · Coral – A Betway
888casino New Zealand ᐈ Claim €250 + 100 Free Spins
888casino 카라 포커 New Zealand. 888casino is one of the newest casinos in the 토토 배당률 world. It has established 라이브 바카라 itself as one 실시간 바카라 of the trusted and safe mgm 바카라 casinos in the world. It is also
Posting Komentar